“LENTERA RUMAH KITA”
AWAL
Waktu itu, Sabtu 17 September 2011, di sore hari yang mendung namun cerah, kami berkumpul di aula tempat kami melakukan kebersamaan. Kami duduk melingkar disana dan melakukan bedah naskah. Saat ini kami boleh memilih peran sementara kami masing-masing, sambil mencari casting. Ya, kami akan melakukan bedah naskah. LENTERA RUMAH KITA. Adalah pementasan Sanggar Anak Akar dan produksi kami yang ke 18. Ini adalah pementasanku yang kesekian kalinya, dramaku yang kesekian kalinya namun pementasan pertamaku yang menciptakan kesan baru di sanubariku. Ya begitu deh. Nah, kami terus membaca naskah berulang-ulang sesuai dengan peran yang kami dapat, kira-kira 2 jam lamanya. Dari situ kami mencoba memahami alur cerita dan maksud dari sang sutradara. Bedah naskah yang kami lakukan berlanjut sampai besok pagi, bersama sutradara ‘besar’. Haha, ya dia itu uwak Karyo. Orang yang begitu penting yang selalu ambil peran berarti dalam hidup kami. Kami melakukan bedah naskah kembali seperti yang kami lakukan kemarin. Disini kami ditanamkan. Bahwa mulai sekarang, dialog, syair, lagu, cast, adegan adalah milik kami. Dan kami sudah harus mulai mencoba memasuki emosi dan latar belakang dari cast kami. Disini, spirit kami mulai dibangun. Untuk awal, dari perjalanan kami yang masih panjang. Dalam pementasan ini, terdapat 16 lagu, yaitu lagu lama yang sudah diciptakan sejak bertahun-tahun lalu dan beberapa lagu baru yang baru saja dibuat. Dan kalau total instrument backsound, hampir puluhan. Betapa rumitnya dan sulitnya membangun suatu karya baru ya.. hebat banget keluargaku yang ikut serta membangun karya ini. Sungguh bangga aku menjadi bagian dari Sanggar. ^)^
CASTING DALAM GENGGAMAN
Akhirnya, pada malam itu, di malam kedua kami bersama, rupanya kami sudah mendapatkan casting. Aku berperan sebagai seorang anak perempuan kecil, berumur sekitar 11-12 tahunan, bernama Lintang. Dia adalah sahabat kecil Kak Buang. Lintang itu biasa bermain dengan kedua sahabatnya, Bunga (Hajar) dan Bagas (Guntur). Mereka berempat biasa bermain bersama. Dari awal aku mendapat casting Lintang, rasanya, aku sudah memahami bagaimana karakter seorang Lintang dan kedua temannya, Bagas dan Bunga. Aku merasa seperti sudah ‘sehidup semati’ dengan seorang Lintang. Aku sudah merasa bahwa aku adalah seorang Lintang. Bagiku, Lintang adalah seorang anak yang cerdas, agak cerewet, suka bicara, mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Lintang juga suka menghibur, nggak cantik tapi manis. Aku merasa sudah cocok aja sama dia. Uwak sangat tepat memberikan dan menyerahkan peran ini kepadaku. Kalau Bunga, dia itu adalh seorang anak perempuan, pintar, tapi pendiam, walaupun begitu dia sangat anggun. Dan karakternya dewasa, suka menghibur. Tepat sama seperti Hajar yang memerankannya. Bagas, dia itu baik, agak iseng, agak bawel juga, rasa ingin tahunya tinggi, dan gak bisa serius. Cocok deh sama Guntur. Tapi dia baik, pengertian dan suka menghibur kok.. Nah, sekarang kembali ke proses latihan kita. Pada tahun ini memang tidak banyak ada casting seperti pementasan tahun kemarin. Namun, semua orang sungguh dianggap penting dan semua peran adalah bagian yang tidak bisa dianggap remeh. Ibarat seperti susunan kartu yang membentuk piramid. Kalau 1 jatuh, semuanya akan rubuh. Kamipun melakukan latihan rutin dan pengadegan setiap malam. Dan the full day pada setiap weekend selama 2 bulan ini. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari sini. Latihan kami jalani secara bertahap.
*_% $_$
25 SEPTEMBER 2011
Pada minggu kedua yakni tanggal 25 September, kita memulai pengenalan lagu. Sebenarnya sudah latihan vokal dari minggu pertama. Cuma karena ada adek2 kecil, kita mencoba latihan bersama mereka. Hari itu, aku kesel banget sama semuanya. Aku gak terlalu maksimal latihannya, karena di cengin terus. Aku dikerjain terus. Mbak Eni ngomel2. Uwak gak negur. Aku jadi bete. Rasanya hidup terasing di bumi sendiri. Ternyata malemnya aku dikasih surprise setelah evaluasi malam. Aku ulang tahun. Seneng rasanya. Nyaris nangis. Tapi bodo amat. Aku emang udah mengira. Tapi makacih banyak ya buat keluargaku yang selalu ingat aku. Udah ah, kita lanjut tentang latihan kita. Kita latihan terus dengan semangat. Hari-hari berlalu, tinggal H-7. Aku udah ganti semua nama. Aku hitung H-min, lewat profile hpku, profile komputerku. Gak sabar rasanya.
Oia, di hari ini, adek-adek kecil dan sahabat-sahabat kita yang berasal dari komunitas basis Penas dan Halim juga datang. Mereka berperan sebagai anak SD dan anak-anak urnban miskin. Banyak di antara kita yang sudah saling mengenal. Hampir semuanya malah. Cuma aku ada yang nggak inget, karena udah setahun nggak ketemu. Tapi kami kembali akrab. Aku inget banget, kita pengenalan lagu Belajar! Hee,, yo ayo kita bergerak!! And kita juga mulai belajar blocking adegan 1 dan 2.....
^...^*
THE DAY, BEFORE “TOMORROW”
Hari ini tanggal 9 November 2011. Awalnya, niat kami, kami akan run trough terakhir sebelum TC. Ini adalah salah satu target dan keinginan uwak, untuk melakukan run trough terakhir sebelum TC. Pengumuman disebarkan, dan semuanya sudah berkumpul. Setelah pemanasan dan briefing, run troughpun dimulai. 5,.4,.3,.2,.1. tengterengtengteng ... musik pun dimulai, dan adegan pertama mulai. Awalnya run trough berjalan seperti biasa, lancar. Tapi tak sampai setengah jalan, tepat di tengah adegan 3, setelah lagu Anak dan Peluru, sperti biasa aku memberi kode pada Yupi untuk memulai dialog kembali. Tapi bukannya melanjutkan dialog, Yupi malah memberi kode kedipan mata kepadaku.. Perlahan-lahan aku menengok ke tengah ‘panggung’ dan aku melihat uwak berdiri disana, sambil berteriak. Deg. Rasanya detak jantungku berhenti cukup sampai disini dan tak akan berlanjut lagi. Aku tak tahu apa yang sedang kurasakan sekarang. Tak terdengar jelas apa kata-kata yang diteriakan uwak, tapi kedengarannya seperti seruan kekesalan dan menyesal. Perlahan-lahan, aku mulai mengerti, apa alasan seruan itu keluar. Memang, aku merasakan perbedaan yang sangat besar pada run trough kali ini. Sejak awal, sejak nada pertama dibunyikan, rasanya kurang srek aja sama run trough kali ini. Di tengah lagu Topeng, entah mengapa suara drum dan cocktail tiba-tiba tenggelam. Padahal, perannya sangat penting pada lagu topeng. Karena koreografi sangat bergantung pada bunyi drum, pemeranpun mendapati kebingungan disana. Bahkan, kamipun tak tahu, sampai dimana lagu berjalan. Uwak langsung bangun, dan mengetuk tempo. Aku merasa, deg. Aku pikir akan hancur hari ini. Aku sama sekali pesimis. Tapi tetap berusaha membangun emosiku. Tapi ternyata, aku tak bisa. Kontak antara pemain musik dan pemeran sama sekali tidak tercipta. Tak ada emosi yang terbangun. Bahkan sampai kupaksakan, karena pada run trough kali ini, aku tak hanya bermain, namun juga sembari mengatur tempo. Lanjut, tentang teriakan uwak. Aku hanya bisa menunduk, terdiam. Tak berani menatap dan mendongakkan kepalaku. Diam-diam, batinku menangis. Aku hanya bisa bertanya, mengapa Tuhan memberi hari seperti ini kepada kami, di tengah-tengah kecemasan kami, padahal waktunya tinggal sebentar lagi. Aku sungguh menyesal, karena tak bisa memnuhi impian dan keinginan uwak, keinginan kami semua untuk Run Trough pada hari ini. Briefing dadakan terjadi. Tanpa bergerak sedikitpun, bahkan aku, Guntur, Hajar dan Yupi, yang ada di area panggung tetap di posisinya masing-masing. Kami semua hanya bisa mendengarkan kata-kata uwak dan berpendapat. Kita pun choose-choose. Yupz, uwak berbicara tentang banyak hal. RAHASIA. Tapi, yang pasti akan kuberitahu. Aku sungguh merasa sadar. Bahwa, kami tidaklah menjadi yang terpenting dan yang paling benar. Ternyata, tanpa adanya musik yang benar dan tepat, semuanya menjadi kacau balau. Kami, pemeran dan pemain, rupanya sangat membutuhkan peran musisi dan instrument. Uwak juga berkata, bahwa dalam suatu karya tak ada yang tak mempunyai peran penting. Semuanya penting dan berarti. Dan sebuah karya, tak akan bisa tercipta tanpa adanya hubungan dan kerjasama yang baik. Ternyata, hari yang menurutku adalah kesialan, malah menjadi hari yang begitu penting. Inilah hikmahnya, kami dapat suatu pelajaran berharga. Lalu, uwak memberi pilihan. Apakah kita akan melanjutkan run trough atau mulai dari awal. Aku memang sangat berkeinginan untuk mengulangnya dari awal. Maka, kami menyanggupi untuk memulai dari awal. Namun, uwak menjamin, bahwa tidak akan sampai ending. Dan benar, run trough hanya berjalan sampai pertengahan adegan ke-dua dan itu pun belum selesai. Karena jam sudah menunjukkan pukul sepuluh sedangkan banyak yang harus dibicarakan pada evaluasi malam. Apalagi sekretariat harus mendata surat izin anak-anak yang bersekolah formal untuk mengikuti TC. Evaluasi malampun dilakukan, dan setelah itu kami mengurus kesibukan kami masing-masing. Aku bahkan sempat menangis di kamar mandi karena tidak percaya akan kejadian hari ini. Tapi perlahan aku bisa menerima hikmahnya. Betapa pentingnya keseimbangan hidup, bahkan dalam sebuah karya...
T oT ^..T