Ketika Aku Diperlakukan Tidak Adil
Pada suatu hari, ketika aku kelas 3 aku pernah diperlakukan tidak adil. Pada waktu itu, saat pelajaran agama berlangsung, aku dipanggil oleh bu guru untuk maju ke depan untuk menuliskan beberapa hal di papan tulis. Saat aku kelas 3, ketua kelas yang sedang bertugas harus menuliskan nama anak-anak yang mengobrol, jalan-jalan dan yang tidak tertib di kelas. Saat aku baru sampai di meja temanku yang paling depan bu guru berkata,bahwa ternyata bu guru tidak jadi meminta bantuanku. Lalu aku kembali ke mejaku. Setelah pelajaran agama usai, wali kelasku datang dan membacakan nama anak yang tidak tertib di kelas. Ternyata namaku tercantum di kolom anak yang jalan-jalan. Aku sangat kaget dan jengkel. Karena aku jalan-jalan bukan untuk mengobrol namun untuk memenuhi panggilan bu guru. Akupun langsung diberi sanksi oleh wali kelasku yaitu menuliskan kalimat ‘Saya tidak akan jalan-jalan di kelas lagi’ sebanyak 50 kali dengan rapi. Saat itu aku sadar bahwa aku diperlakukan tidak adil, karena aku langsung dihukum tanpa mengetahui apa sebab aku berjalan-jalan. Perasaanku saat itu awalnya sangat kesal, namun lama kelamaan aku berpikir untuk apa aku marah-marah tidak ada untungnya juga. Perasaanku mulai tenang dan aku menganggap saja bahwa sanksi ini adalah latihan menulis halus, sehingga aku mengerjakan hukumanku dengan suka hati.
Ketika Aku Memperlakukan Orang Lain Secara Tidak Adil
Pada suatu hari, ketika hari libur, aku sekeluarga berkunjung ke rumah tanteku yang berulang tahun. Untuk merayakannya kami mengadakan acara bakar-bakaran alias barbeque-an. Kami membakar dan menggoreng ikan,cumi-cumi dan yang lainnya. Selesainya acara barbeque-an, hasil bakaran dan gorengan kami makan bersama. Lalu ibuku menyuruhku menyuapi adikku. Akupun berpikir betapa enaknya ikan bakar ini. Maka ketika aku menyuapi adikku, daging ikannya kuberi sedikit. Namun jika suapan itu untukku, dagingnya kuberi banyak. Perasaanku awalnya senang dan berharap adikku tidak mengetahui niatku ini. Tapi akhirnya aku merasa kasihan dan berpikir, kasihan sekali adikku ini telah kubohongi. Akhirnya aku meminta maaf dan menceritakan semuanya pada adikku dan sebagai permohonan maafku, aku membiarkan adikku menghabiskan seluruh daging ikan yang masih tersisa. Ternyata memang benar kata pepatah, penyesalan pasti datangnya di akhir perbuatan.
Oleh : Th.Maria Kinanthi WA
VI B/23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar